7 Tips Berikut agar Kamu Tidak Tersesat atau Hilang di Gunung

Kegiatan alam bebas seperti mendaki gunung dewasa ini sangat digandrungi. Remaja, dewasa, bahkan orang tua banyak yang melakukan kegiatan alam bebas ini.

Meningkatnya minat masyarakat untuk mendaki gunung seharusnya diimbangi dengan berkembangnya pengetahuan tentang pendakian, sehingga kejadian-kejadian tak diinginkan, misalnya tersesat atau hilang, dapat dihindari.

Untuk menambah referensi tentang pendakian, kali ini saya akan memberikan beberapa tips agar kita tidak tersesat atau hilang di gunung.


Jalan setapak di hutan via pexels.com/Skitterphoto
1. Gunakan jalur resmi
Mengunakan jalur pendakian yang resmi merupakan salah satu cara mengurangi kemungkinan untuk tersesat atau hilang di gunung.

Dibanding jalur tidak resmi, jalur resmi lebih lebih jelas. Selain itu di jalur resmi ada base camp tempat kita bisa menggali informasi tentang jalur itu. Saat mengalami masalah, pihak base camp akan siap sedia untuk menolong kita. (Makanya selalu pastikan untuk melakukan registrasi sebelum mulai mendaki.)


Mendaki berdua via pexels.com/rawpixel.com
2. Jangan mendaki seorang diri dan berangkatlah bersama orang yang berpengalaman
Cara lain yang bisa dipakai untuk menghindari risiko tersesat atau hilang di gunung adalah tidak berangkat seorang diri dan memastikan bahwa kita berangkat bersama orang yang berpengalaman. Semisal kamu mengalami masalah, setidaknya kamu punya seorang teman yang akan menolong sebelum tim SAR datang.

Orang berpengalaman yang diajak bisa teman atau saudara sendiri yang sudah pernah mendaki lewat jalur yang sama. Kalau ada, kita juga dapat menggunakan jasa pemandu lokal yang pastinya betul-betul paham tentang jalur itu.


Sunto via pexels.com/Pixabay
3. Manfaatkan GPS
Agar tidak tersesat atau hilang di gunung, kita dapat menggunakan perangkat penerima GPS. Kalau tidak ada, kita juga dapat menggunakan aplikasi GPS offline yang dapat dibuka dengan ponsel pintar, misalnya ViewRanger, Polaris, Mavic Pro, GPX Viewer yang memiliki fitur perekam jejak alias trail record.

Beberapa aplikasi seperti ViewRanger juga memberi kita kesempatan untuk mengunduh jalur pendakian yang bisa dijadikan pedoman saat bertualang.

pendakian gunung slamet via penakir
Menuju Pos 1 Gunung Slamet via Penakir/Jelajah Pendaki Indonesia
4. Lakukan riset tentang jalur pendakian
Sebelum mendaki alangkah baiknya kalau kita melakukan riset kecil-kecilan tentang jalur yang akan ditempuh. Caranya bisa macam-macam, bisa dengan bertanya pada pihak base camp, menjelajahi internet, dll.

Paling tidak, setelah mencari tahu informasi tentang jalur itu, kita bisa memperkirakan apa yang akan kita hadapi saat melakukan pendakian.


Mendaki bersama rombongan via pexels.com/abhishek gaurav
5. Selalu bersama rombongan
Dalam banyak kasus orang tersesat atau hilang di gunung karena mereka terpisah dari rombongan. Jadi, usahakanlah untuk selalu (berjalan) bersama rombongan, baik saat naik ataupun turun.

Jangan merasa diri sebagai orang yang paling bisa lalu memisahkan diri dari rombongan. Itu tidak akan bermanfaat. Lagipula, mendaki gunung itu lebih asyik kalau bersama-sama.


Suasana hutan di siang hari via pexels.com/icon0.com
6. Mendakilah di siang hari
Melakukan pendakian di malam hari sangat tidak dianjurkan. Bagi manusia, malam adalah saat untuk beristirahat. Selain itu, pendakian malam juga mesti dihindari sebab di rimba juga hidup hewan buas nokturnal yang—namanya saja nokturnal—beraktivitas di malam hari.

Selain itu, pada malam hari tumbuhan akan menyerap oksigen sehingga kadarnya akan semakin tipis. Padahal aktivitas seperti mendaki membutuhkan banyak oksigen. Hal lain yang membuat mendaki di malam hari harus dihindari adalah terbatasnya pandangan, gelap, sehingga akan lebih sulit bagi kita untuk mengenali medan.

pendakian gunung slamet
Puncak Gunung Slamet/Jelajah Pendaki Indonesia
7. Ukur kemampuan diri
Agar tidak tersesat atau hilang di gunung, jangan memaksakan diri. Memaksakan diri itu sama saja artinya dengan membahayakan diri sendiri. Lagipula, jika kita mendaki gunung untuk melepas penat dari rutinitas sehari-hari, akan lucu kalau akhirnya kita bukannya jadi santai tapi malah tambah penat. Ingat: gunung itu tidak ke mana-mana. Dia di situ saja dan takkan pindah.

Semoga tips-tips di atas dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga dengan tulisan ini tak ada lagi orang yang tersesat atau hilang di gunung. Salam lestari!

Gunung Sesean, Puncak Tertinggi Toraja

gunung-sesean
Siapa yang tak kenal Toraja. Daerah di bagian utara Sulawesi Selatan itu punya banyak destinasi wisata tradisi, adat, dan budaya yang sudah mendunia. Tapi, selain atraksi-atraksi kultural itu, Toraja juga punya atraksi wisata alam yang juga akan mengundang decak kagum.

Di Kabupaten Toraja Utara ada sebuah gunung setinggi 2.100 mdpl bernama Sesean. Gunung Sesean adalah gunung tertinggi di Toraja. Letaknya di Desa Sesean, Kecamatan Sesean Suloara, Toraja Utara. Di top of Toraja ini kita dapat melihat jelas hijaunya perbukitan yang mengelilingi Toraja serta padatnya permukiman warga di Rantepao, Ibu Kota Kabupaten Toraja Utara.


Lembayung di Gunung Sesean/Hendra Karya
Gunung itulah yang kami tuju pada hari Minggu, 30 Desember 2018, beberapa hari sebelum pergantian tahun. Kami mulai bertualang dari Kota Parepare, melewati Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan terus ke Kabupaten Tana Toraja.

Perjalanan sekitar delapan jam dengan beban keril di punggung membuat kami ingin istirahat total malam nanti. Tiba di Tana Toraja, kami menginap dulu di destinasi wisata Pango-pango sebelum terus ke tujuan utama.

Pagi-pagi di hari terakhir 2018 kami melanjutkan perjalanan dari Pango-pango ke Gunung Sesean, melewati Makale yang menjadi Ibu Kota Tana Toraja. Kami singgah sejenak—sekitar dua jam—di Plasa Telkom Kota Makale untuk mengisi daya baterai ponsel pintar kami yang kosong melompong. Perjalanan ke kaki Gunung Sesean memakan waktu sekitar dua sampai tiga jam, melewati Rantepao dan banyak tongkonan (rumah adat asli Toraja), perkebunan warga, serta sawah dengan jalanan naik-turun dan berliku.

Pendakian Gunung Sesean dimulai dari sebuah rumah warga yang biasa dijadikan tempat menitipkan kendaraan. Kami menitipkan kendaraan di sana kemudian berjalan kaki menuju pos registrasi untuk melakukan kewajiban membayar bea masuk sekitar Rp 10.000/orang. Dari sana langkah kami semakin dekat ke puncak tertinggi Toraja.

Berjalan pelan tidak terburu-buru 
Waktu menunjukkan pukul 14.30 WITA. Katanya untuk sampai ke lokasi berkemah hanya perlu waktu sekitar dua sampai tiga jam. Jadi, seperti biasa, kami berjalan pelan, tidak terburu-buru, sebab puncak tidak akan ke mana-mana dan akan tetap setia menunggu.

Medan pendakian Gunung Sesean memang mudah. Jalurnya tidak terlalu menanjak. Banyak bebatuan di trek, bahkan ada lebih kurang enam puluh anak tangga di etape awal pendakian. Namun ingat kawan: seberapa pun mudahnya sebuah pendakian, bukan berarti kita harus meremehkan.

Kami sendiri beberapa kali singgah minum untuk menghilangkan haus. Selebihnya kami berjalan pelan, santai, karena kami ingin benar-benar menikmati perjalanan mendaki Gunung Sesean.


Menikmati pendakian/Hendra Karya
Akhirnya kami sampai di lokasi berkemah. Melihat banyak sekali pendaki yang muncak hari itu, kami kesulitan untuk mencari lokasi mendirikan tenda. Namun—alhamdulillah—lokasi berkemah kami dapat di jalur menuju puncak. Setelah tenda berdiri, kami pun bergerak ke atas untuk menikmati sore—serta merenungi kesalahan-kesalahan yang telah kami lakukan tahun 2018 kemarin dan memikirkan apa saja yang harus diperbaiki di tahun depan.

Saya tak percaya bahwa akhirnya saya di sini. Perjalanan ini saya lakukan—dengan nekat—berdua. Rencananya kami akan ke Gunung Sesean berempat. Namun, karena dua teman kami yang lain ada sedikit kesibukan yang tak boleh ditinggalkan, akhirnya hanya saya, Hendra Karya, dan seorang saudara tak sedarah saya, Muhammad Sahlan, yang mendaki.

Setelah beberapa lama, kami kembali ke tenda untuk memasak dan makan. Lalu, agar punya cukup tenaga untuk menikmati momen pergantian tahun nanti malam, saya pun mencuri waktu sejenak untuk beristirahat.

Dari titik tertinggi Toraja
Pukul 23.54 WITA. Saya pun menyaksikan malam pergantian tahun yang sungguh menakjubkan. Selamat datang, 2019! Sensasi melihat Toraja dari atapnya memang memanjakan mata. Dari ketinggian, Toraja seolah-olah dikepung oleh bintang dan warna-warni kembang api yang dengan bersemangat menyambut tahun 2019.

Setelah menyambut dan menyaksikan prosesi pergantian tahun yang sangat menakjubkan saya kembali ke tenda untuk tidur agar bisa melihat lautan awan di pagi hari di puncak tertinggi daerah yang istimewa ini.

Tak terasa pagi pun tiba. Kami lalu bergerak menuju ke puncak untuk menikmati keindahan yang diorkestra oleh Sang Pencipta. Untuk ke titik tertinggi Gunung Sesean hanya perlu waktu beberapa menit.


Pegunungan yang berlapis-lapis/Hendra Karya
Tiba di puncak tertinggi, saya terpana melihat sekeliling. Menengok ke bawah, entah kenapa saya membayangkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dan barangkali benar adanya apa yang disampaikan Mark Manson dalam Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat, bahwa manusia dilengkapi radar alami yang bekerja dalam situasi yang berpotensi mengakibatkan kematian. Berada hanya beberapa meter di pinggir, tanpa pengaman, suatu ketegangan sekonyong-konyong menusuk tubuh. Punggung saya menjadi kaku, mata terfokus pada setiap detail lingkungan sekitar, seakan-akan ada magnet besar yang tidak terlihat yang dengan lembut menarik badan ke belakang.

Sekitar empat puluh lima menit kami menghayati puncak dan pengalaman berharga ini. Kemudian kami kembali ke tenda untuk berkemas dan melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, yakni rumah.

Perjalanan ke bawah tidak terlalu lama. Barangkali dua kali lipat lebih singkat ketimbang perjalanan menuju puncak. Namun tetap saja kami turun hati-hati membawa pengalaman indah yang tersimpan di hati.

Gunung Sesean ini sangat cocok bagi pemula atau bagi orang yang baru mau mulai mendaki gunung. Selain tidak tidak terlalu terjal, perjalanan dari bawah menuju puncak juga lumayan singkat, hanya dua sampai tiga jam.

Menuju Puncak Gunung Padang

puncak gunung padang
Bermodalkan niat dan informasi dari internet, Oktober 2016 saya melakukan perjalanan sendirian (solo traveling) ke Gunung Padang di Cianjur.

Karena suka menumpang kereta api, tiap kali melakukan perjalanan moda transportasi yang saya utamakan adalah angkutan publik itu. Cocok sekali; ternyata ada stasiun yang dekat dengan Gunung Padang, yakni Stasiun Lampegan.

puncak gunung padang
Interior gerbong KA Pangrango/Darojah
Saya berdomisili di Jakarta. Jadi saya harus naik kereta api beberapa kali. Dari Jakarta saya ke Bogor dulu. Dari Stasiun Bogor Paledang yang terpaut sekitar 200 meter dari Stasiun Bogor, saya kemudian naik KA Pangrango (Rp 50.000 eksekutif, Rp 20.000 ekonomi) ke Sukabumi. Karena penasaran dengan interiornya, saya memesan tiket untuk kelas eksekutif.

Setiba di Sukabumi, saya mesti lanjut naik kereta api lagi ke Stasiun Lampegan di Cianjur. Kereta relasi Sukabumi-Cianjur adalah KA Siliwangi. Tarif kereta api lokal itu lumayan murah. Saya hanya perlu membayar Rp 3.000.

Rasa letih karena harus berpindah-pindah kereta itu dibayar lunas oleh pemandangan persawahan dan pegunungan indah yang disuguhkan alam sepanjang rel Bogor sampai Lampegan.

puncak gunung padang
Stasiun Lampegan/Darojah
Langsung dihampiri beberapa tukang ojek
Begitu turun di Stasiun Lampegan, saya langsuung dihampiri beberapa tukang ojek yang menawarkan jasa untuk mengantarkan saya ke Gunung Padang.

Menurut beberapa artikel yang saya baca, tarif ojek dari Stasiun Lampegan ke Gunung Padang berkisar antara Rp 40.000-50.000 ribu sekali jalan.

puncak gunung padang
Berfoto bersama petugas PT KAI/Darojah
Harganya bisa segitu karena jaraknya lumayan jauh dan medannya lumayan menantang. Karena kebetulan saya dari Sunda, saya menawar dengan bahasa Sunda dan akhirnya sepakat dengan harga Rp 50.000 pergi-pulang.

Selama perjalanan naik ojek, kembali mata saya dibuai oleh pemandangan indah kebun teh dan hutan yang masih asri. Seketika penat saya luluh dan hilang. Saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar.

Menapaki ratusan anak tangga menuju puncak Gunung Padang
Tibalah saya di loket registrasi Gunung Padang. Setelah membeli tiket, saya bergegas melangkahkan kaki menuju Gunung Padang.

puncak gunung padang
Tangga menuju puncak Gunung Padang/Darojah
Berada pada ketinggian 885 mdpl, untuk menuju puncak gunung tempat situs megalitikum kebanggaan Jawa Barat itu berada saya mesti menaiki ratusan anak tangga.

Untung saja di puncak ada warung kecil yang menjual makanan dan minuman. Jadi saya bisa istirahat sejenak, mengisi perut dan menawar dahaga setelah menempuh ratusan anak tangga.

Selain udaranya yang sejuk, puncak Gunung Padang punya pemandangan yang menawan. Yang membuat pemandangan begitu menarik adalah hamparan kebun teh dan beberapa pegunungan yang menjulang.

puncak gunung padang
Situs megalitik di puncak Gunung Padang/Darojah
Setelah dua jam berkeliaran di areal puncak Gunung Padang, saya pun kembali turun. Dari loket saya balik ke Stasiun Lampegan, terus pulang ke Jakarta.